Jumat, 25 Juni 2010

Simpanan mama

Mamaku itu memang hebat. Di
usianya yang sudah kepala lima dia
masih tetap cantik dan sexy. Di
pekerjaanpun ia tetap paten.
Karirnya melesat terus. Jabatannya
kini sudah wakil direktur di
perusahaan tempatnya bekerja.
Karena hidup dengan Mama
sejahtera, maka aku memilih untuk
tinggal bersamanya sejak ia bercerai
dengan Papaku setahun yang lalu.
Papaku yang cuma bekerja sebagai
pegawai rendahan, mana bisa
memenuhi kebutuhanku yang doyan
hura-hura. Jangankan membelikanku
mobil, sepeda motor aja Papa enggak
bisa. Dua orang adikku juga memilih
tinggal bersama Mama. Sama
sepertiku, mereka juga doyan hura-
hura. Ngabisin duit Mama yang aku
enggak tahu gimana caranya, selalu
saja ada. Apa yang kami minta selalu
bisa dipenuhinya.
Namaku Tomi. Semester enam
fakultas ekonomi di sebuah
perguruan tinggi swasta yang beken
di Jakarta. Adikku Mimi. Juga kuliah di
fakultas ekonomi satu kampus
denganku. Tapi dia masih duduk di
semester dua. Adikku yang paling
kecil, Toni. Dia masih kelas tiga SMU.
Dari kecil selalu hidup bergelimang
harta, dari penghasilan Mamaku,
membuat kehidupan glamour sangat
melekat pada diri kami. Masing-
masing kami dibelikan Mama mobil
sebagai alat transportasi. Uang jajan
tak pernah kurang. Karena itu aku
dan adik-adikku tak pernah protes
dengan apapun yang dikerjakan oleh
Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu
kompak membela Mama. Termasuk
saat bercerai dengan Papa. Padahal
sebab perceraian kedua orangtuaku
itu adalah jelas-jelas karena
kesalahan Mama. Papa menangkap
basah Mama sedang pesta sex
dengan tiga orang gigolo muda di
hotel!
Meski begitu, aku dan adik-adikku
tetap aja kompak membela Mama.
Soalnya belain Papa juga enggak ada
untungnya. Lagian kelakuanku dan
adik-adikku juga enggak beda-beda
amat sama Mama. Aku dan Toni
pernah bawa perek ke rumah. Si Mimi
tahu tentang hal itu dan dia sih
santai-santai aja. Soalnya dia juga
sering bawa cowok ganteng ke
kamarnya.
Setelah bercerai, rumah kami yang
megah jadi seperti rumah bordil aja
deh. Mama, aku, Mimi, dan Toni, rutin
bawa partner sex kemari. Karena
kami sama gilanya, jadi asyik. Kalau
waktu ada Papa enggak asyik. Papa
suka rese. Meski tak bisa memarahi
kelakukan binal anak-anaknya, tapi
Papa suka ngomel atau ngasih
nasehat. Huh, menyebalkan aja
Papaku itu.
Dari banyak cowok, si Willy yang
paling sering dibawa Mama ke
rumah. Dia tuh, kayak suami baru
Mama aja jadinya. Hampir tiap hari
dia ada di rumah. Paling kalau Mama
lagi bosen dan ingin cari variasi
pasangan lain, barulah dia ngibrit
dari rumahku, balik ke kostnya.
Karena seringnya si Willy di rumah,
aku dan adik-adikku jadi akrab
dengan dia. Apalagi usianya enggak
jauh dariku. Dia juga masih kuliah.
Umurnya hanya lebih tua dua tahun
dariku. Obrolan kami nyambung.
Tentang apa saja. Otomotif, sport,
musik, dan pasti ngesex. Hehe. Bisa
dibilang, si Willy ini piaraan Mama.
Segala biaya hidupnya, Mamaku yang
nanggung.
Si Mimi paling senang dengan
keberadaan Willy di rumah. Piaraan
Mama itu dimanfaatinnya juga buat
muasin nafsunya yang binal.
"Habisnya si Willy itu ganteng banget
sih. Macho. Mana bodinya oke banget
lagi. Belum lagi kontolnya. Gede
banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan.
Pantes aja Mama paling demen ama
dia dibandingin ama gigolonya yang
lain," kata Mimi padaku suatu hari.
Dasar nakal. Dasar maniak tuh si Mimi.
Mendengar cerita si Mimi tentang
kontolnya si Willy membuatku
penasaran juga. Eits. Jangan salah
sangka dulu men. Aku bukan gay.
Jelas-jelas aku cowok straight.
Cuman, dengar ukuran kontol orang
sampai 28 sentimeter kan jelas bikin
penasaran. Jangankan aku, cowok
lain pasti juga penasaran. Gila aja
kontol bisa segede itu!
Selama ini kupikir kontolku sudah
paling gede. Panjangnya sekitar
delapan belas senti. Susah-susah lho,
cari kontol sepanjang punyaku ini di
Indonesia. Ternyata punya si Willy
malah lebih gila. sampai 28 senti men,
selisih sepuluh senti dari punyaku.
Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0
senti sampai 28 senti, panjang
banget kan ukuran segitu.
Meski penasaran, enggak mungkin
kan aku permisi ke dia buat liat
kontolnya. Gila aja. enggak usah ya.
Pernah kepikiran buatku untuk
ngintip dia saat ngentot dengan
Mamaku atau si Mimi. Tapi males ah.
Ngapain juga ngeliat saudara
kandung sendiri ngentot. enggak
ada seru-serunya. Entar aku jadi
incest lagi. Bikin berabe aja.
Namun, yang namanya rezeki
memang enggak kemana. Waktu itu
malem hari. Hampir dini hari malah.
Aku baru pulang. Biasalah, ngabis-
ngabisin duit Mama. Semua orang
sudah tidur kayaknya.
Kerongkonganku rasanya kering
banget. Haus. Aku langsung ke
dapur, ingin ngambil minuman dari
lemari es.
Pas aku nyampe di dapur aku
terkesima. Kulihat Mama sedang
berbaring telentang di atas meja
makan kami. Pakaian atasannya
terbuka memamerkan buah dadanya
yang masih kencang dan besar.
Sementara bagian bawah tubuhnya
tak menggenakan penutup apa-apa.
Sekitar memeknya yang penuh
jembut lebat kulihat belepotan cairan
putih kental sampai ke perutnya.
Banyak banget. Mama tak sadar
dengan kehadiranku, karena saat itu
ia sedang memejamkan matanya
sambil mendesah-desah.
"Ngg.. Enak banget Will," katanya
dengan suara mendesis. Rupanya dia
baru aja dientot sama si Willy di atas
meja makan itu.
Aku segera mengalihkan tatapanku
dari tubuh Mamaku yang
mengangkang itu. Entah kenapa, kok
aku rasakan aku kayaknya
terangsang. Bisa berabe nih.
Pandanganku kualihkan ke lemari es.
Saat menatap ke arah sana aku
kembali kaget. Disana berdiri si Willy.
Dia tak menggenakan pakaian
apapun menutupi tubuhnya.
Badannya yang tinggi dan kekar
berotot itu polos. Dia sedang
menenggak coca cola dari botol.
Mataku langsung menatap ke arah
kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak
bohong. Di selangkangannya kulihat
sebatang kontol dengan ukuran luar
biasa. Sedang mengacung tegak ke
atas mengkilap karena belepotan
spermanya sendiri kayaknya.
Batangnya gemuk, segemuk botol
coca cola yang sedang dipegangnya.
Panjang banget. Kepala kontolnya
yang kemerahan seperti jamur
melewati pusarnya. Batang gemuk
itu penuh urat-urat. Aku sampai
melotot melihatnya. Kupandangi
kontol itu dengan teliti. Ck.. Ck.. Ck..
Sadis.
"Baru pulang Tom?" kata Willy
menegurku.
Ia sudah menyadari kehadiranku
rupanya. Aku segera menolehkan
pandanganku dari kontolnya. Gawat
kalau ia tahu aku sedang serius
mengamati detil kontolnya itu.
"He eh. Iya," sahutku sambil
mengangguk.
Untung saja lampu di dapur itu
bernyala redup. kalau terang
benderang, pasti Willy bisa
mengetahui kalau wajahku sedang
bersemu merah saat itu. Malu.
Mamaku yang sedang berbaring
lemas diatas meja makan tiba-tiba
melompat bangun. Ia sibuk mencari-
cari roknya untuk menutupi bagian
bawah tubuhnya yang terbuka.
"Eh, Tomi. sudah lama kau datang?"
kata Mama dengan ekspresi malu.
"Baru aja ma," sahutku.
Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-
apa disitu. Segera kuambil minuman
dingin dari lemari es. Tubuh Willy
yang berkeringat tepat disampingku.
Saat mataku melirik ke arah dalam
lemari es, mencari minuman,
kusempatkan untuk melirik sekali lagi
ke arah batang kontol Willy. Kali ini
aku bisa melihatnya lebih jelas.
Karena ada bantuan penerangan dari
lampu lemari es. Gila! Bagus banget
bentuk kontolnya, pikirku.
Setelah mendpatkan minuman
dingin, aku segera meninggalkan
dapur. Tinggallah Mamaku dan Willy
disana. Aku tak tahu apakah mereka
masih melanjutkan lagi permainan
cabul mereka atau tidak. Yang pasti
sepanjang jalan menuju kamarku,
pikiranku dipenuhi dengan kontol si
Willy yang luar biasa itu.
"Gila! Gila!" rutukku dalam hati.
Kok aku bisa mikirin kontol punya
cowok lain sih? Ada apa denganku
ini? Rasanya malam itu aku susah
untuk tidur. Setelah membalik-
balikkan badan beratus kali di atas
ranjangku yang empuk, barulah aku
bisa tertidur. Itupun setelah jarum
jam menunjukkan pukul empat pagi.
Sebentar lagi pagi menjelang.
Berjumpa dengan Willy keesokan
harinya aku jadi rada-rada grogi.
Entah kenapa. Mataku jadi suka
mencuri pandang ke arah
selangkangannya. Aku jadi
menyadari, kalau ternyata saat
selangkangannya ditutupi celana
seperti itu, ukuran tonjolan
diselangkangan itu, memang beda
dengan punyaku. Jauh lebih
menonjol kayaknya. Gila! Gila!
Rutukku lagi dalam hati. Kok aku jadi
mikirin itu aja sih?!
Si Willy sih enggak ada perubahan. Ia
tetap cuek aja seperti biasanya. Ia
tak merasa ada yang aneh dengan
kejadian semalam. Sepertinya ia tak
perduli kalao aku memergokinya
telanjang bulat bersama Mamaku.
Kayaknya, buatnya itu hal yang
lumrah saja. Dasar gigolo profesional
dia.
Sebulan berlalu. Dan selama rentang
waktu itu, aku jadi pengamat
selangkangan Willy jadinya. Entah
kenapa, aku selalu berharap akan
punya kesempatan lagi untuk
ngelihat perkakas gigolo itu. Tapi tak
juga pernah kesampaian. Sampai
suatu hari.
Aku ingin berenang pagi-pagi di
kolam renang yang ada di halaman
belakang rumahku. Ketika aku sampai
di kolam renang mataku langsung
menangkap sebuah tontonan cabul.
Si Mimi sedang ngentot dengan Willy.
Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama
kan masih ada di kamarnya pagi-pagi
begini.
Adikku yang cantik dan sexy itu
sedang nungging di tepi kolam
renang. Dibelakangnya Willy asyik
menggenjot kontolnya dalam lobang
vagina adikku itu. Genjotannya liar
dan keras. Menghentak-hentak.
Tubuh si Mimi sampai terdorong-
dorong ke depan karena hentakan
itu. Kelihatannya si Mimi keenakan
banget. Bibir bawahnya digigit-
gigitnya dengan giginya. Ia
menggelinjang-gelinjang sambil
merem melek menikmati hajaran
kontol Willy yang luar biasa itu di
memeknya.
Aku terangsang hebat. Celana renang
segitiga yang kukenakan, tak lagi
bisa menampung kontolku yang
membengkak. Aku tak tahu. Aku
terangsang karena apa? Apakah
karena melihat persetubuhan
mereka, atau karena serius
mengamati kontol besar Willy yang
keluar masuk vagina si Mimi itu.
Entahlah.
Tanganku langsung mengocok
batang kontolku yang sudah
kukeluarkan dari celana renangku.
Kukocok sekuat tenaga. Cepat. Aku
ingin segera menumpahkan
spermaku.
"Eh, Tom. Ngapain luh?" tiba-tiba
kudengar suara Mimi menegurku.
Mataku yang sedang merem melek
langsung menatapnya. Kulihat ia
menolehkan wajahnya yang cantik
memandangku yang sedang berdiri
mengangang sambil ngocok. Willy
tersenyum memandangku. Mereka
tak menghentikan permainan
mereka.
"memang lo enggak bisa liat, gue lagi
ngapain," jawabku cuek. Willy
tertawa kecil mendengar jawabanku.
"Gila lo," kata Mimi. Setelah itu ia
kembali asyik menikmati genjotan
Willy.
Akhirnya akupun orgasme sambil
memandangi Mimi dan Willy yang
terus bercinta. Tak lama setelah itu si
Willy yang orgasme di mulut Mimi.
Sebelum spermanya sempat mencelat
dari lobang kencingnya, Willy
menyempatkan menyabut kontolnya
yang gemuk dan panjang itu dari
vagina Mimi. Lalu disuruhnya Mimi
membuka mulutnya lebar-lebar
menyambut tumpahan sperma Willy
yang deras. Aku benar-benar terbius
birahi melihat detik-detik Willy
menumpahkan spermanya di mulut
adikku itu. Entah kenapa nafsuku
terasa menggelegak melihat kontol
itu menyemburkan spermanya yang
deras berulang-ulang. Kupelototi
setiap detik orgasme Willy itu tanpa
berkedip sama sekali. Aku tak ingin
kehilangan momen yang indah itu
sedetikpun.
"Gila lo. Adik sendiri ngentot
ditonton," kata Mimi padaku.
Saat itu kami bertiga berbaring di
tepi kolam renang kelelahan. Kalau
orang melihat kami saat itu, mereka
tidak mengetahui kalau kami baru
saja orgasme tadi. Yang melihat pasti
hanya mengira kami sedang
berjemur menikmati cahaya matahari
di tepi kolam renang.
"Habisnya elo berdua sama gilanya
sih. Masak pagi-pagi ngentot disini.
Ketahuan Mama gimana?" sahutku.
"Cuek. Mama enggak bakalan
bangun. Sebelum ngentotin gua,
Mama habis dihajar sama si Willy. Jadi
Mama pasti sedang ngorok
kecapaian," jawab Mimi yakin.
"Benar Wil?" tanyaku.
"Yap," sahut Willy singkat.
Dasar si Willy. Habis ngentot dengan
Mama, masih sanggup ngentoti si
Mimi sebinal tadi. Benar-benar
profesional nih cowok, pikirku. Itu
pengalaman keduaku melihat kontol
si Willy. Seru? Belum! Ada
pengalaman berikutnya yang lebih
seru dari itu.
Dua minggu kemudian. Aku baru
bangun tidur siang. Sekitar jam tiga
sore. Waktu itu hari Rabu, aku
enggak ada kelas. Karena itu
biasanya habis tidur siang, sorenya
aku latihan tenis. Kuubek-ubek
kamarku, tapi tak kutemukan dimana
raket tenisku berada. Jangan-jangan
dipinjam si Toni, pikirku. Adik
bungsuku itu memang doyan banget
minjem barang-barangku tanpa
permisi.
Aku segera menuju kamarnya yang
terletak di pavilyun samping
bangunan utama rumah kami. Toni
memang sengaja diberikan kamar
disitu. Maklum ABG. Dia doyan nge-
Band bareng temannya. Daripada
ribut dengar suara alat musik yang
dimainkannya bareng-bareng
temannya maka lebih aman
meletakkannya disitu. Jadi suaranya
tidak terlalu keras terdengar di dalam
rumah. Mending suara musik yang
dimainkan asyik di dengar kuping. Ini
malah musik yang enggak jelas
juntrungannya. Metal yang enggak
mutu. Ups, jangan salah sangka lagi.
Aku bukan anti metal. Aku doyan
metal. Tapi metal yang enggak
dimaenin sama Toni dan teman-
temannya. He.. he..
Pintu kamar Toni tertutup rapat. Juga
gorden jendelanya. Tumben. Pikirku.
Jarang-jarang gorden kamarnya
ditutup. Paling juga kalau sudah
malem kalau dia tidur. Dari kamarnya
terdengar hingar bingar musik metal
dari tape. Si Toni berarti ada di
kamar, pikirku. Kugenggam gerendel
pintu, kuputar. Tak terkunci. Kubuka
pintu dan langsung melongokkan
wajahku ke kamarnya. Aku sudah
bersiap-siap untuk ngomel ke dia.
"Toni! sudah berapa kali gue bilang,
jangan ambil barang-barang gue
seenaknya.. Hahh?!!," kata-kataku
terhenti segera.
Mulutku menganga, tenggorokanku
rasanya tercekat. Mataku melotot
melihat peristiwa yang terjadi dalam
kamar Toni.
Adikku itu sedang bermain cinta di
kamarnya. Tubuhnya telentang di
atas ranjang. Pakaian sekolahnya
belum terlepas seluruhnya. Hanya
resleting celananya saja yang
terbuka lebar. Kontolnya yang
nongol dari celah resleting itu,
ngaceng total sedang dikulum oleh
seseorang yang sedang menungging
dalam posisi berlawanan arah
dengan Toni di atas tubuhnya.
Aku sih sudah tahu kalau kelakuan
adikku yang masih ABG ini sama
bejatnya seperti aku. Aku sudah
sangat tahu kalau dia doyan ngesex
dengan orang lain. Harusnya aku tak
perlu kaget melihatnya sedang in
action seperti ini. Tapi gimana aku
enggak kaget kali ini, yang kulihat
saat ini sangat tidak biasa. Toni maen
kulum-kuluman kontol bukan
dengan cewek. Tapi dengan cowok
men. Dan cowok yang sedang
mengulum kontolnya itu adalah si
Willy! Shit!
Si Tonipun edan. Masak mulutnya
juga ngulum kontol si Willy? Ngawur!
Yang benar aja, kontol gede si Willy
itu dikuluminya dengan penuh nafsu
seperti ngulum permen lolipop saja.
Toni kulihat salah tingkah setelah
menyadari kehadiranku. Buru-buru
dilepaskannya kontol si Willy dari
mulutnya. Ia segera bangkit dan
membereskan celananya. Sementara
si Willy kulihat tenang-tenang saja.
"Ngapain Tom? Masuk kamar gue kok
enggak ngetuk pintu dulu," kata Toni
terlihat kurang suka padaku.
"Memang elo pernah ngetuk pintu
kalau masuk kamar gua?" sahutku.
Kupandangi keduanya dengan
tatapan tajam. Willy kulihat
tersenyum padaku.
"Hai Tom," katanya melambaikan
tangan seperti tak ada apa-apa.
"Ngapain elo berdua?" kataku dingin.
"Enggak ngapa-ngapain. Mau
ngapain elo?" sahut Toni masih salah
tingkah.
"Enggak ngapa-ngapain?! Jelas-jelas
mata gua ngelihat elo berdua sedang
emut-emutan kontol kok elo bisa
ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo
homo?!" kataku.
"Siapa yang homo? Enak aja!" kata
Toni protes.
"Kalau bukan homo, apa namanya
cowok sama cowok emut-emutan
kontol begitu? Nah elo, kok elo
bisa..," kataku pada Willy.
Kalimatku tak kusambung. Aku
menatap bingung padanya.
"Sante aja men. Ini hal yang biasa
kok," sahut Willy tanpa beban.
"Biasa??!" tanyaku bingung. Dahiku
mengernyit.
"Iya. Gue sama Toni kebetulan lagi
sama-sama horny. enggak ada
pelampiasan, ya sudah, kenapa kita
enggak maen berdua aja. Toh
tujuannya cuman untuk
melampiaskan birahi doang. Maen
sama cewek juga emut-emutan kan.
Gua punya mulut, Toni punya mulut,
kan bisa dipake untuk ngemut.
Hasilnya tetap sama kok," sahut Willy
tenang.
Gigolo ganteng itu benar-benar
tenang luar biasa. Sepertinya apa
yang dilakukannya bersama Toni itu
bukan hal yang aneh. Aku jadi
terkesima mendengar jawabannya.
Toni kulihat mengangguk-angguk
mendengar kata-kata Willy. Duduk
dengan seragam SMUnya diatas
ranjang, adik bungsuku itu tak
berkata apa-apa.
"Gua enggak ngerti deh. Gua yang
gila atau elo berdua yang gila,"
kataku.
"Enggak ada yang gila Tom. Apa gue
pernah ngatain elo gila karena elo
suka mandangin kontol gua? enggak
pernah kan?"
"Maksud elo?"
"Jangan pura-pura bego. Gue tahu
kok elo suka curi-curi pandang lihat
tonjolan di selangkangan gue.
Apalagi kalau pas gue telanjang
bulat. Mata elo kan sampai melotot
ngelihat adik gue ini kan," kata Willy.
Ia menggoyang-goyangkan
kontolnya yang sudah lemas.
Memamerkannya padaku. Aku tak
tahu mau bilang apa lagi. Tak
kusangka Willy mengetahui kalau aku
selalu memperhatikan perkakasnya
selama ini.
"Sudahlah. Sekarang elo mau berdiri
terus disitu sambil ngelihatin kita
sekaligus melototin kontol gue, atau
mau ikutan bareng kita menikmati
anugerah yang kita miliki. Tom kita
harus bersyukur lo, kita bertiga kan
dianugerahi kontol yang punya
ukuran diatas rata-rata. enggak
banyak lo orang yang dianugerahi
hal beginian," kata Willy.
Benar yang dikatakan Willy. Kami
bertiga memang punya ukuran
kontol yang diatas rata-rata. Adikku
si Tony kulihat juga punya kontol
yang gede. Ukurannya enggak jauh-
jauh dengan ukuranku.
Akal sehatku sirna. Aku yang memang
sudah cukup lama tergoda dengan
kontol si Willy akhirnya pasrah saja
saat Willy dan Toni membimbingku
ke arah ranjang. Kubiarkan saja
mereka mempreteli seluruh
pakaianku. Kami bertiga telanjang
bulat di dalam kamar Toni.
Willy memberikan penghormatan
khusus padaku. Rasa penasaranku
pada kontolnya yang gede itu
dipuaskan olehnya. Willy
mengangkangi leherku saat aku
berbaring telentang di atas ranjang.
Kontolnya yang besar ditampar-
tamparkannya ke pipiku. Birahiku
menggelegak. Pertama kali seumur
hidupku aku diperlakukan seperti ini.
Saking menggelegaknya birahiku
akhirnya apa yang tak pernah
terpikirkan selama ini dibenakku
kulakukan. Kukulum kontol Willy
sepuas-puasnya. Aku menggila.
Seperti anjing ketemu tulang,
kulahap kontol Willy. Aku tak
ubahnya Mamaku dan Mimi yang
tergila-gila pada kontol gigolo
ganteng ini.
Rupanya Tonipun sama tergila-
gilanya seperti aku. Ia berebutan
denganku mengerjai kontol besar si
Willy. Seringkali kudorong wajah
ganteng adikku yang masih abg itu
menjauhi kontol Willy, karena aku
sudah tak sabar ingin memasukkan
batang gede itu dalam mulutku.
kalau sudah gitu, Toni cuman bisa
bersungut-sungut padaku. Aku cuek
aja. Sementara Willy tertawa melihat
kami berebutan kontolnya seperti itu.
"Kalian sekeluarga sama binalnya
deh," komentarnya.
Ia pasti teringat pada Mama dan Mimi
saat mengoral kontolnya. Pasti sama
maniaknya seperti aku dan Toni.
Aku jadi terlupa, bahwa aku laki-laki
straight. Aku jadi menikmati
permainan laki-laki seperti ini. Willy
rupanya tak mau melewatkan
kontolku dan Toni. Dia segera
membalik tubuhnya berlawanan arah
denganku. Aku dan Toni sama-sama
berbaring telentang bersisian. Mulut
kami bergantian mengulum kontol
Willy. Sementara Willy yang
menungging diatas kami menggilir
kontolku dan Toni. Mulutnya ganti
berganti mengulum kontolku dan
kontol adikku itu. Saat mulutnya di
kontolku, tangannya mengocok
kontol Toni. Begitu juga sebaliknya.
Sore itu aku tak jadi latihan tenis.
Kebetulan Mama belum pulang dari
kantor, dan Mimi tak ada di rumah,
kami puas-puaskan bermain sex
bertiga. Segala apa yang
memungkinkan, kami lakukan
bertiga. Termasuk juga saling
menyodomi satu sama lain. Baby oil
yang biasanya digunakan Toni untuk
coli, kami gunakan sebagai pelumas
agar kontol tak terlalu sulit memasuki
lobang pantat. Meski dianal adalah
kali pertama buatku, tapi aku
ternyata bisa menikmatinya. Diantara
rasa sakit dimasuki kontol dalam
lobang pantat, aku merasakan juga
nikmat yang luar biasa.
Saat sore menjelang, kami segera
cabut menuju kost Willy. Kami tak
mau terganggu dengan kepulangan
Mama dari tempat kerjanya. Pada
Mama, Willy menelpon bahwa dia tak
menginap di rumah kami malam itu.
Ada kerjaan, alasannya pada Mama.
Sementara aku dan Toni tak perlu
menelpon Mama. Sudah biasa kami
tak tidur di rumah. Jadi Mama tak
akan merasa aneh. Malam itu kami
puas-puaskan bermain cinta bertiga.
Tak peduli, bahwa aku dan Toni
adalah saudara kandung, kami juga
saling menyodomi.
Setelah beberapa kali bersetubuh,
akhirnya kami bisa memahami posisi
masing-masing. Meskipun kami sama-
sama fleksibel saat bercinta, namun
Toni lebih suka pada posisi dianal,
baik olehku maupun Willy.
Sedangkan aku dan Willy suka
keduanya, baik dianal dan menganal.
Hanya saja aku lebih menikmati
dianal oleh Willy daripada oleh Toni.
Kontol Willy yang sangat besar
sungguh membuatku keenakan. Aku
sampai menggelepar-gelepar saat
dianalnya.
kalau menganal, aku lebih suka
melakukannya pada Toni. Aku sangat
suka melihat ekspresi adikku yang
sepertinya kesakitan namun terus
memaksaku untuk mengentotnya
dengan buas. Sedangkan kalau
menganal Willy, aku tak menemukan
ekspresi itu. Willy sudah sangat
profesional dalam hal ini. Ternyata
dia adalah gigolo bagi wanita dan
laki-laki sekaligus. Saat dientot,
ekspresinya hanya penuh
kenikmatan saja. Lagipula, lobang
pantat Willy tak sesempit lobang
pantat si Toni. Lobang pantat Willy
sudah mengendor. Dia sudah sering
dientot oleh laki-laki lain.
Kami bercinta tiada henti. Willy
memberikan kami minuman rahasia
miliknya. Minuman yang membuat
tenaga kami tak kunjung sirna.
Pantas saja tenaga gigolo ini bak
kuda liar. Ia punya ramuan rahasia
rupanya. Saat kutanyakan pada Willy,
apa cairan itu dan darimana ia
memperolehnya, gigolo itu tak mau
mengatakannya padaku.
"Ini rahasia perusahaan," jawabnya.
Aku dan Toni tertawa mendengar
jawabannya.
Hari kamis esoknya, harusnya Toni
sekolah. Tapi adik bungsuku itu
bolos. Aku juga bolos kuliah, pun
Willy. Kami seperti mesin sex. Toni tak
bosan-bosannya memintaku dan
Willy bergantian menghajar lobang
pantatnya. Dia benar-benar
ketagihan.
"Pantes aja cewek-cewek suka
dientot. Enak banget men,"
komentarnya.
Pantat Toni yang putih dan montok
penuh semangat bergerak saat Willy
atau aku menyodominya. kalau
kupikir-pikir, goyang ngebor Inul,
kalah jauh deh dibandingin
ngebornya si Toni. Membuatku dan
Willy tak kuasa untuk menahan
orgasme. Sperma kami tumpah
memenuhi lobang pantat adikku itu.
Kamar kos Willy semerbak dengan
bau sperma dan keringat kami. Bau
ini malah semakin membuat kami
bernafsu untuk mengentot lagi dan
lagi.
Setelah sore, akhirnya kami kembali
ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi
rutin ngesex bertiga. Mencuri-curi
kesempatan tanpa sepengetahuan
Mama dan Mimi. Apa yang kami
lakukan adalah rahasia kami bertiga.
Tak perlu orang lain tahu. Termasuk
juga cewek-cewek kami. Apalagi
Mama dan si Mimi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar