Minggu, 27 Juni 2010

Sex pertama ku

Cerita ini merupakan pengalaman
seks aku yang pertama kalinya
dengan seorang anak laki-laki. Dulu
saat aku kelas 1 SMA, aku mempunyai
banyak teman, dari yang lebih tua
sampai yang lebih muda umurnya.
Aku mempunyai seorang teman yang
bernama Andi, entah kenapa aku
sangat tertarik kepadanya. Memang
sejak aku SMP aku suka sekali onani
sampai klimaks. Dan Andi pun
menceritakan bahwa hingga
sekarang pun dia suka onani (setiap
kali kalau sedang mandi, katanya).
Kami berteman cukup lama. Dan aku
selalu menyimpan perasaan suka itu.
Awal mulanya begini, kami berdua
masuk suatu organisasi (bukan
organisasi terlarang), dan diadakan
acara di sekolah, kami semua
menginap di sekolah. Acara itu
diadakan pada sore hari. Dan pada
saat mau tidur, aku dan Andi tidak
bisa tidur. Kami ngobrol dan
bercanda di ruangan sebelah yang
agak jauh dari ruang tidur anak-anak
yang lainnya. Entah kenapa benda
panjang milikku waktu itu berdiri
tegak terus. Andi pun menanyakan
apa yang kupikirkan sehingga
kemaluanku berdiri tegak. Dia pun
merabanya, walaupun aku masih
mengenakan baju lengkap. Aku juga
meraba rudalnya yang masih
terbungkus celana pendeknya. Pada
saat itu aku tidak sadar bahwa Andi
pun adalah seorang gay. Dia pun
memulai perbincangan tentang seks
dan lainnya. Dia meminta agar aku
memperlihatkan benda panjangku
yang berdiri tegak itu kepadanya.
Dan anehnya, aku menuruti
kemauannya.
Di ruangan yang gelap itu, aku pun
membuka bajuku satu-persatu, mulai
dari kaos dan celana pendekku. Dan
Andi pun mulai membuka semua
pakaiannya dan ternyata ia sudah
telanjang bulat dengan batang
kemaluan yang setengah tegang.
Bulu kemaluannya waktu itu sudah
terlihat mulai lebat. Saat itu aku
belum membuka celana dalamku, dan
batang kejantananku sudah berdiri
sangat tegaknya karena
ditambahnya pemandangan tubuh
telanjang Andi.
Lalu Andi pun membatuku
membukakan celana dalamku. Dia
berlutut di depan batangku yang
mengeras. Andi sedikit tertawa
melihat ke arah batang
kejantananku, karena ia tidak melihat
adanya bulu kemaluan di sekitar
benda pusakaku, karena memang
kemarin harinya aku sengaja
mencukurnya sampai habis. Dengan
demikian terlihatlah batang
kejantananku yang besar. Berdiri
tegak dengan sempurna sampai
sedikit berdenyut. Memang saat itu
yang lebih bergairah adalah Andi,
karena aku sengaja diam saja untuk
melihat reaksinya. Ternyata sadis
sekali pemandangan itu.
Lalu ia pun langsung menyuruhku
duduk di kursi dan ia pun mengulum
batang kejantananku, dan wah..
nikmat sekali. Andi memainkan
senjataku dengan lidahnya di dalam
mulutnya dan semakin nikmat aku
merasakannya. Disedotnya burungku
dengan kuatnya, dan aku hanya bisa
terpejam merasakan nikmatnya
kuluman Andi. Kurang lebih 15 menit
kemaluanku dimainkan Andi. Aku pun
merasakan bahwa aku akan
mencapai puncaknya. Lalu Andi
mengeluarkan batang kejantananku
dari mulutnya dan ia mengocok
kembali rudalku dengan tangannya
dan, "Crrott.. crott..!" keluarlah cairan
putih kental dari dalam kemaluanku
dan aku merasakan kenikmatan yang
luar biasa.
Ternyata Andi tidak puas begitu saja.
Ia menjilati seluruh spermaku yang
tumpah ke perut dan dadaku serta ia
juga menciumi aku sehingga kami
saling bercumbu dengan posisi Andi
duduk di pangkuanku. Aku pun
hanya pasrah dan menuruti saja apa
yang Andi mau. Lalu ia menyuruhku
berdiri dan telungkup di atas meja.
Ternyata ia mulai memasukkan
kemaluannya yang lumayan besar itu
ke dalam anusku.
Awalnya aku merasa sakit karena ada
benda sebesar itu masuk ke lubang
anusku yang sempit. Tapi perlahan-
lahan rasa sakit itu hilang, dan Andi
pun mulai beraksi setelah masuk
semua batang kejantanannya ke
dalam anusku. Aku pun merasakan
ada yang mengalir di dalam anusku,
dan ternyata itu adalah spermanya
Andi.
Setelah kami berdua merasa lelah,
kami pun menyudahi permainan
nikmat itu. Aku mulai memakaikan
baju ke Andi karena ia sudah
kelihatan sangat lelah. Setelah itu
Andi pun memakaikan aku baju.
Pertama kaosku, eh ternyata dia
tidak langsung memakaikan aku
celana dalam, yang kulihat dia malah
mengulum kemaluanku yang sudah
lemas tadi sampai mulai berdiri tegak
kembali. Melihat hal itu aku
membiarkan saja, dan aku kembali
mencapai puncaknya untuk kedua
kalinya. Setelah itu ia baru
memakaikan semua pakaianku.
Kebiasaanku tidak hanya berhenti
sampai disitu saja, karena diriku
sekarang sudah menjadi seorang gay
yang selalu merindukan yang
namanya kemaluan lelaki.
Kehidupanku selanjutnya mengalami
beberapa pengalaman indah seperti
kejadian saat aku kelas 2 SMA. Hal
serupa juga terjadi disaat organisasi
kami mengadakan acara untuk
liburan sekolah.
Akhirnya, saat yang kutunggu-
tunggu telah tiba, yaitu liburan
kenaikan kelas. Untung saja aku naik
kelas 3. Dan liburan ini sangatlah
lama. Pada pertengahan bulan Juli
akan diadakan acara retret yang
dilakukan oleh organisasiku. Acara ini
berlangsung selama 3 hari 2 malam di
daerah Cipanas. Karena liburan
waktunya lama, jadi aku ikutan saja
pergi. Seminggu sebelum
keberangkatan, diadakan rapat dan
semua peserta harus ikut untuk
pemberitahuan apa saja yang harus
dibawa saat itu. Pada rapat itu,
ternyata Andi pun datang dan dia
juga ternyata ikutan pergi. Dalam
hati aku merasa senang sekali kalau
dia itu ikutan, apalagi kalau nanti aku
bisa sekamar dengan dia.
Akhirnya hari keberangkatan pun
tiba, dan kami semua pergi dengan
senang tanpa harus memikirkan
tentang sekolah lagi. Kami tiba di
tempat tujuan pada sore hari.
Setelah tiba disana, kami pun
beristirahat sejenak dan pembagian
kamar pun dimulai. Dimana peserta
yang hadir ada 30 orang dan satu
kamar hanya diisi 3 orang saja
(supaya kalau mau tidur tidak
berisik).
Dengan rasa gembira, ternyata aku
sekamar dengan Andi dan dia terlihat
gembira juga. Teman kami yang
satunya bernama Johan. Dia juga
sekelas dengan Andi pada satu
sekolah. Acara demi acara kami lalui
bersama, dan tibalah untuk tidur
malam. Akhirnya semua peserta pun
masuk ke kamarnya masing-masing
dan menguncinya.
Pada malam itu, aku, Andi, dan Johan
tidak bisa tidur. Kami hanya
mengabiskan waktu dengan bermain
kartu, bercanda dan ngobrol agar
kami bisa tidur nantinya. Memang
kata Andi kalau Johan ini suka
ngomong yang seenaknya, tapi
selalu benar, alias suka ceplas-ceplos
saja. Aku dan Andi agak sedikit
jengkel dibuatnya, tapi kami tidak
bisa marah, masalahnya Johan ini
orangnya lucu. Maka aku dan Andi
sepakat untuk ngerjain dia (bukan
sampai ke hal yang gituan lho..).
Kami pun menjalankan rencana kami
berdua. Karena Andi badannya lebih
besar dari Johan dan aku, makanya
aku suruh dia untuk memegangi
Johan. Aku mengelitiki dia sampai
kelelahan ketawa dan minta ampun
ke kami berdua. Karena melihat
sudah lemas karena kebanyakan
ketawa, Andi pun menyuruhku
menelanjanginya dan Johan hanya
bisa berontak, tapi apa daya. Lalu
dengan cepat aku menelanjangi
Johan sampai tidak ada satu benang
pun menempel di badannya. Maka
dari itu terlihatlah badan Johan yang
kecil, putih dan agak kurus itu, juga
terlihat batang kemaluan yang kecil
dan masih dalam kondisi tidur. Aku
pun gantian memegangi Johan
dengan Andi.
Yang kulihat justru Andi membuka
semua bajunya sampai telanjang, aku
sih hanya diam saja, karena aku tahu
apa maksudnya dan juga aku melihat
batang kemaluan Andi yang mulai
tegang. Namun Johan tidak tahu
bahwa Andi sudah telanjang, karena
wajahnya kututupi dengan bantal.
Andi pun mulai membelai-belai
lembut batang kemaluan Johan, dan
dengan seketika menjadi tegang
rudal putihnya. Aku yang melihatnya
menjadi sangat bernafsu, karena
tidak ada satu bulu kemaluan pun
terlihat (belum tumbuh) dan aku
merasa bahwa senjata rahasiaku
mulai bergerak semakin besar. Andi
pun langsung menciumi Johan, mulai
dari mulutnya dan terus ke seluruh
badannya dan terlihat Johan sangat
menikmatinya.
Setelah terlihat mulai tidak berontak,
aku pun melepas peganganku. Aku
duduk sejenak melihat aksi Andi.
Ternyata aku tidak tahan lagi, dan
aku buka semua pakaianku sampai
aku telanjang bulat juga. Batang
kemaluanku sudah tegang dari tadi
dan sudah sangat keras. Saat itu aku
mencukur seluruh bulu kemaluanku
sehingga terlihat licin, sekilas terlihat
sama dengan kepunyaan Johan.
Aku pun ikut dalam permainan
tersebut. Johan pun kami berdirikan,
Andi dan aku terus menciumi Johan
dan merabanya sampai dia merasa
nikmat. Andi mulai mengarahkan
batang kejantanannya untuk
dimasukkan ke dalam anus Johan,
dan aku mulai mengulum rudal
putihnya. Akhirnya Andi pun
mencapai orgasmenya setelah terus
mengocok batang kejantanannya di
dalam anus Johan. Dan tumpahlah air
mani Andi ke dalam anus Johan.
Karena aku melihat bahwa Johan
akan sampai pada orgasmenya, aku
berhenti mengulum batang rudalnya.
Andi pun mulai mengeluarkan
batangnya yang mulai lemas dari
anus Johan. Batang kemaluan Johan
kutuntun untuk masuk ke dalam
anusku. Dan Andi pun mengulum
batang kemaluanku dengan
nafsunya.
Coba bayangkan, batang kemaluanku
dikulum dan Johan mnyodomiku,
kenikmatannya sudah tidak
terbayangkan lagi. Akhirnya semua
badanku mengejang dan sepertinya
sudah mau keluar. Bersamaan
dengan itu, air mani Johan pun
tumpah ke dalam anusku. Dan selang
waktu yang tidak lama, maniku pun
keluar membasahi wajah dan mulut
Andi. Wow.. luar biasa deh enaknya.
Sampai-sampai aku tidak kuat berdiri
lagi.
Lalu pelan-pelan batang kejantanan
Johan mulai dikeluarkan, dan Andi
pun mulai membersihkan semua
maniku yang tumpah ke wajahnya
dan sedikit ke badanku. Aku pun
hanya bisa tiduran di lantai karena
merasa sudah sangat lelah. Karena
Johan merasa tidak terima
perbuatanku terhadapnya, maka dia
langsung mencium aku dengan nafsu
dan kubiarkan saja badanku diciumi
Johan yang juga diikuti Andi. Aku
hanya diam saja, hingga mereka
berdua puas bermain dengan badan
dan batang kemaluanku. Batang
kejantananku yang tadinya mulai
melemas, mereka paksa untuk berdiri
tegak lagi. Dan yang kulihat,
kemaluan mereka berdua mulai
berdiri juga.
Aku pun mulai mengulum rudalnya
Andi, dan akhirnya kami saling
mengulum rudal teman. Entah setan
apa yang ada, Andi langsung
memasukkan kembali batang
kejantanannya ke anusku, dan
terpaksa batang kejantananku juga
kumasukkan ke anus Johan,
sehingga kami saling menyodomi.
Tanganku mulai mengocok batang
kejantanan Johan yang lebih kecil
dari milik kami berdua. Merasakan
bahwa batang kejantanan Andi
dikeluarkan dari anusku, aku pun
ikut mengeluarkan rudalku dari anus
Johan. Kami bertiga saling
berpelukan dan mengocok kemaluan
yang lainnya. Akhirnya kami sampai
pada klimaksnya, dan air mani kami
bertiga membasahi seluruh tubuh
kami. Dan saat itu kami saling
berciuman.
Untung saja kamar mandinya ada di
dalam kamar, sehingga kami tidak
perlu keluar dengan keadaan badan
penuh sperma dan sedikit lengket
gitu. Soalnya kalau ketahuan bisa
celaka.
Kami bertiga pun saling
membersihkan badan kami dari air
mani yang menempel di badan kami.
Kami saling mengelap badan kami
dari wajah sampai kaki dan tidak
lupa kemaluan kami. Tapi apa daya,
merasakan batang kemaluan kami
masing-masing dielus-elus teman,
maka berdiri lagi lah kemaluan kami.
Dan kami saling tertawa melihat
kemaluan masing-masing yang
sedang berdiri tegang. Tapi kami
tidak saling berhubungan badan lagi,
karena sudah merasa sangat lelah
setelah 2 kali klimaks.
Akhirnya kami pun pergi tidur dan
istirahat. Dan kami bertiga putuskan
untuk tidur tanpa busana. Kami
bertiga tidur saling berpelukan
dengan Johan berada di tengah-
tengah dan saling memegang
kemaluan yang lainnya.

Jumat, 25 Juni 2010

Aku ketauan

Entah mengapa aku menjadi gagu
saat membuka email. Sejak cerita
berjudul DOMPET, banyak teman
yang mengirimku email. Aku jadi
serba salah saat harus membalas
email yang memang beragam
inginnya. Ada yang sekedar
memberikan komentar, yang mau
kenalan, yang minta no HP, ada yang
ingin ketemuan, bahkan tidak sedikit
yang menanyakan ciri-ciri fisikku,
ukuran penisku, gayaku bercinta
dengan istriku, dan lain-lain.
Aku mungkin kaget dengan keadaan
yang tidak kubayangkan
sebelumnya, karena memang
alasanku semula mengirim cerita,
hanya ingin agar traumaku yang
sejak kecil kupendam, bisa sedikit
kubagi. Tidak mungkin aku cerita
tentang apa yang kualami kepada
sembarang orang, bahkan pada
sahabat terdekatku sekalipun, karena
menurutku, dengan membuka aibku
kepada seseorang, berarti aku sudah
menggadaikan hidupku padanya,
dan aku tidak mau itu. Pikirku,
dengan bercerita di dunia maya,
maka aku bisa seekspresif mungkin.
Aku tidak harus takut akan dihujat,
dihina, dicemooh, bahkan dijauhi,
karena toh tidak ada yang tahu
sedikitpun tentang aku.
Aku bingung saat harus menjawab
email yang intinya mengajak
ketemuan. Di satu sisi, tidak mau
mengecewakan yang telah
mencurahkan energinya untuk
mengirimku email, tetapi aku belum
siap untuk membuka diri. Terlalu
banyak yang harus dipertaruhkan
jika sampai ada yang tahu. Akhirnya
aku hanya bisa sedikit membatasi
diri. Namun kejadian selanjutnya
sungguh membuatku shock berat
dan tidak kubayangkan sebelumnya.
Jika biasanya langsung kuhapus
semua file begitu yakin ceritaku
terkirim, namun setelah mengirim
"Antara Dua Rasa", tidak kuhapus
karena akan kukirim ke teman-teman
yang tidak sedikit minta kiriman
ceritaku. Namun ternyata aku masih
manusia, yang jauh dari alpa.
*****
Setelah dari warnet, hari itu aku ke
kampus. Kuliah ekstensi-Filsafat, yang
dulu menjadi pilihan keduaku ketika
lulus SMA, setelah Teknik Sipil,
akhirnya bisa kuambil.
"Hafidz..! Naah, kebetulan ketemu.
Tinggal kamu yang belum
mengumpulkan tugas syarat ujian.
Tak tunggu sampai sore ini yaa!"
Tepukan di bahuku mengejutkanku
di tengah sibuknya aku mengisi
segala persyaratan ujian. Aahh, aab
Saddam (begitu biasa saya
menyebutnya karena selain asalnya
dari Irak, kumisnya yang melintang
menambah tepat julukan itu).
"Iyaa.. Pak, maaf. Banyak kerjaan.
Nanti kukirim tugasnya!"
Aku gugup, merasa bersalah, kenapa
tidak sekalian ketika di warnet tadi.
Namun sebelum beliau menjauh, aku
baru ingat bahwa aku telah
menyimpan tugas itu di disket, dan
aku ingat betul tadi kumasukkan
dalam tasku. Bergegas kuambil disket
dan mengejarnya. Sambil berbasa-
basi aku menyerahkannya.
Dua hari aku disibukkan dengan
proyek kantor, sampai saat
menjelang malam saat tiba di rumah,
istriku memberikan pesan dari aab
Saddam yang katanya siangnya ke
rumah. Aku berpikir keras, ada apa?
Kubaca pesannya sekali lagi. Yaah..
Hanya sebuah alamat dan sepenggal
tulisan, "Harap datang!".
Aku masih belum bisa menebak apa
gerangan, bahkan sampai ketika
kupencet bel kontrakan bercat krem,
sebagaimana alamat tertera. Dengan
senyum mengembang, aab Saddam
mempersilakanku masuk. Aku masih
bingung.
"Aahh, ceritamu bagus, Dj-Paijo!"
Plaak. Seolah tamparan keras telah
mengahantamku. Spontan aku
gemetaran saat nama samaranku
disebut. Wuiihh, disket itu. Aku baru
sadar bahwa aku telah salah
menyerahkan disket. Aku bengong.
Keringat dingin mulai mengucur.
"Maaf, jika membuatmu salah
tingkah. Buatku bukan apa-apa, dan
aku tahu perasaanmu!"
Sentuhan aab Saddam mengejutkan
keterpakuanku. Aku mencoba
menepisnya, namun aku benar-benar
di batas kebimbangan..
"Perlu kau ketahui, aku mengikuti
setiap ceritamu, Dj. Bayangkan, dari
bulan April, aku begitu terobsesi
dengan sosok yang ternyata adalah
salah satu mahasiswaku, ha-ha-ha"
Aku menyengir mencoba
mengimbangi tawanya. Entah
mengapa aku mulai sedikit lega
setelah mendengar pengakuannya.
"Kau pasti tahu Mr.DOT, kan?".
Aahh, iyaa. Sosok itulah yang paling
sering mengirimku email yang isinya
berbau cabul. Diakah?
"Tanpa kejadian inipun aku sudah
sangat terobsesi denganmu, Dj.
Setiap kau tidak masuk kelasku,
kuliahku jadi hambar. Tapi kini,
kuharap kau ngerti dan sedikit mau
berbagi!"
Aab Saddam semakin berani merajuk.
Aku menggeleng, mencoba meminta
pengertiannya. Tapi justru dia
semakin penasaran.
"Bukan tipeku pemaksa, Dj, tapi aku
ingin kau ngerti, please! Aku benar-
benar ingin lebih darimu"
Aku semakin serba salah. Aab Saddam
yang semula begitu kuhormati, kini
seolah monster yang siap melahapku.
Rasa tidak enakku sudah terkalahkan
dengan ketidakberdayaanku. Aku
hanya terdiam, pasrah.
"Istrimu, keluargamu, dan yang
mengenalmu tentu belum tahu
sebenarnya, kan? Dan aku juga yakin
kau belum siap untuk diketahui. So..
Gimana?"
Nada yang begitu sopan dan lirih,
justru telah mengulitiku habis.
Sangat berkesan memaksa. Aku
semakin membisu, ketika tangannya
menyentuh wajahku.
Ketidaksiapanku akan terbongkarnya
rahasiaku, membuat semakin leluasa
tangannya meraih apapun yang ingin
disentuhnya di diriku. Aku berpikir
keras dan tidak mau kalah sebelum
perang. Akal sehatku berputar,
mencoba menemukan apa yang bisa
kuperbuat. Ahaa.. Akhirnya aku
mendapatkan ide cemerlang.
Lumatan bibirnya yang semula
kurasakan hambar, kubalas jauh
lebih ganas. Aku harus benar-benar
berakting. Kugigit bibirnya, dia
mengaduh, namun aku tetap
mengganas. Meski terganggu dengan
kumisnya yang melintang tebal,
namun aku harus. Bahkan kini aku
yang mengambil inisiatif, harus
membuatnya terlena. Kutarik paksa
kaosnya, nyaris robek. Meski sudah
menduga sebelumnya namun aku
sempat terkejut juga dengan apa
yang di depanku. Darah Iraknya
membuat hampir semua badannya di
tumbuhi rambut. Sangat lebat. Aku
tak peduli. Kupagut semua yang
menempel di dadanya. Dua
putingnya kulumat dan kugigit.
Dia meraung, mendekapku erat.
Tangannya ganas mencopot bajuku,
sehingga tak seberapa lama, semua
yang kupakai sudah direnggutnya.
Aku pun berbuat yang sama. Kutarik
paksa celana dalamnya yang masih
tersisa, dan aah... aku sempat ngeri
melihat betapa panjang dan besar
penisnya. Bayangan betapa
wibawanya dia ketika sedang di kelas
yang begitu rapi, berdasi, sepatu,
rambut klimis suara berat, badan
kekar hilang sudah. Ahh sudah
kepalang.
Dia menindihku, garang. Aku
kelabakan menahan nafas saat
mulutku dibungkam dengan
mulutnya. Belum lagi gairah yang
membubung di ubun-ubun seiring
dengan permainan tangannya di
penisku. Dijilatinya hampir sekujur
tubuhku. Bahkan anusku yang aku
sendiri jijik membayangkannya, tak
luput dari jilatannya. Aku mendesah-
desah ketika sensasi luar biasa
kurasakan, setiap lidahnya menusuk-
nusuk anusku. Aku rancap penisku
seiring permainan gilanya. Aku
mengerang, bahkan sedikit
kudramatisir berharap agar dia
semakin memuncak, bernafsu dan
lupa diri.
Ketika mulutnya menemukan
penisku, kuhentikkan aksiku.
Kuajukan syarat, agar dia mau
ditutup matanya. Benar dugaanku,
hasrat membaranya tidak lagi bisa
membaca apa mauku. Dengan ganas
dilumatnya penisku. Aku semakin
mengerang. Aku berdiri, masih
dengan mendesah kumaju-
mundurkan pantatku. Semakin ganas
melumatku. Rasa nikmat yang
ditawarkan masih menyadarkanku
untuk mengambil ponsel kameraku.
Kubidik dengan pas setiap aksinya
melumat penisku. Kujambak
rambutnya dan kutengadahkan
wajahnya agar aku bisa membidik
tepat wajahnya. Kuambil pose
terbagus saat dia menjilati penisku.
Aku mendesah penuh kemenangan.
Kukembalikan ponselku, dan
kunikmati permainan.
Kubuka tutup matanya. Kuraih
penisnya yang sudah sangat tegang.
Rasa mual yang pernah hadir ketika
harus mengulum penis, kulupakan,
demi hebatnya aktingku. Dia mulai
meraung, ketika semakin kupercepat
mulutku. Tadinya aku hendak
menyerahkan anusku yang memang
sampai sekarang belum pernah
termasuki penis. Namun untungnya
dia sudah tidak tahan. Dia meraung
semakin keras. Aku yakin geloranya
sudah memuncak. Dipegangya
kepalaku dengan kuat. Tapi aku tidak
mau spermanya muncrat di mulut.
Dengan cepat pula kucabut mulutku,
dan kuraih penisnya. Kubanting dia,
dan mulai kubisikkan berbagai kata
di kupingnya yang bisa memacu laju
spermanya. Sambil kurancap, kugigit
berkali-kali kupingnya, dan akhirnya
dia meraung panjang, ketika
kurasakan spermanya muncrat
membasahi perutku. Didekapnya
tubuhku erat, seolah tidak hendak
dilepasnya. Aku tersenyum. Ah, satu-
satu.
Aku sudah hendak beranjak, saat dia
terbaring lemas. Namun ternyata dia
menuntut agar bisa melihat
bagaimana wajahku ketika spermaku
muntah. Tanpa pikir panjang, aku
berdiri. Kusodorkan penisku ke
mulutnya. Sambil berjongkok, dia
terus menatap wajahku. Aku
meringis, merem melek, menelan
ludah, mendesah dan banyak lagi
aksi wajahku yang menggambarkan
saat hasratku menegang. Dia semakin
mempercepat aksinya. Aku mulai
mengejang. Kurasakan spermaku
sudah di ujung tanduk untuk
dimuncratkan. Kucabut penisku dari
mulutnya. Kurancap kencang di
depan wajahnya, sambil mendesah
keras kumuncratkan spermaku ke
wajahnya. Belum habis spermaku
muncrat, dia kulum penisku.
Kusodokkan muncratan terakhir
spermaku ke mulutnya, penuh
dengan bahagia. Aku tak peduli
ketika dia telan spermaku.
Lebih dua jam kami habiskan berdua,
dan banyak hal yang dimauninya.
Aku tahu banyak darinya bahwa di
negaranya, dia tidak pernah
mendapatkan kenikmatan yang
diingininya. Dia hanya bisa merancap
diri sambil membayangkan lelaki
pujaannya, tidak lebih dari itu.
Namun, setelah 2 tahun di Jogja, dia
mula menemukan keasyikkan baru
yang semula hanya sebuah angan,
dan aku bisa membayangkan
bagamana bergairahnya dia setiap
melampiaskan hasrat terpendamnya.
Belum hilang rasa capekku, dia
kembali mencoba menaikkan
gairahku lagi. Sebenarnya aku tidak
mau lagi, karena malamnya aku harus
melayani istriku yang sudah 4 hari
tidak kukabulkan hasratnya. Namun
karena aku belum yakin akan
keberhasilan jepretanku, maka aku
hanya mengangguk dan
mengangguk, karena memang aku
belum tahu hasil jepretanku sebagai
senjata tandingannya.
Kami kembali bergumul, untuk
kesekian kalinya, dan aku tidak tahu
entah berapa kali aku harus bisa
berbaik-baik dengannya, dan entah
untuk berapa lama. Namun aku
berharap semoga hasil jepretanku
akan baik, dan bisa dijadikan senjata
tandingan.

Simpanan mama

Mamaku itu memang hebat. Di
usianya yang sudah kepala lima dia
masih tetap cantik dan sexy. Di
pekerjaanpun ia tetap paten.
Karirnya melesat terus. Jabatannya
kini sudah wakil direktur di
perusahaan tempatnya bekerja.
Karena hidup dengan Mama
sejahtera, maka aku memilih untuk
tinggal bersamanya sejak ia bercerai
dengan Papaku setahun yang lalu.
Papaku yang cuma bekerja sebagai
pegawai rendahan, mana bisa
memenuhi kebutuhanku yang doyan
hura-hura. Jangankan membelikanku
mobil, sepeda motor aja Papa enggak
bisa. Dua orang adikku juga memilih
tinggal bersama Mama. Sama
sepertiku, mereka juga doyan hura-
hura. Ngabisin duit Mama yang aku
enggak tahu gimana caranya, selalu
saja ada. Apa yang kami minta selalu
bisa dipenuhinya.
Namaku Tomi. Semester enam
fakultas ekonomi di sebuah
perguruan tinggi swasta yang beken
di Jakarta. Adikku Mimi. Juga kuliah di
fakultas ekonomi satu kampus
denganku. Tapi dia masih duduk di
semester dua. Adikku yang paling
kecil, Toni. Dia masih kelas tiga SMU.
Dari kecil selalu hidup bergelimang
harta, dari penghasilan Mamaku,
membuat kehidupan glamour sangat
melekat pada diri kami. Masing-
masing kami dibelikan Mama mobil
sebagai alat transportasi. Uang jajan
tak pernah kurang. Karena itu aku
dan adik-adikku tak pernah protes
dengan apapun yang dikerjakan oleh
Mamaku. Aku dan adik-adikku selalu
kompak membela Mama. Termasuk
saat bercerai dengan Papa. Padahal
sebab perceraian kedua orangtuaku
itu adalah jelas-jelas karena
kesalahan Mama. Papa menangkap
basah Mama sedang pesta sex
dengan tiga orang gigolo muda di
hotel!
Meski begitu, aku dan adik-adikku
tetap aja kompak membela Mama.
Soalnya belain Papa juga enggak ada
untungnya. Lagian kelakuanku dan
adik-adikku juga enggak beda-beda
amat sama Mama. Aku dan Toni
pernah bawa perek ke rumah. Si Mimi
tahu tentang hal itu dan dia sih
santai-santai aja. Soalnya dia juga
sering bawa cowok ganteng ke
kamarnya.
Setelah bercerai, rumah kami yang
megah jadi seperti rumah bordil aja
deh. Mama, aku, Mimi, dan Toni, rutin
bawa partner sex kemari. Karena
kami sama gilanya, jadi asyik. Kalau
waktu ada Papa enggak asyik. Papa
suka rese. Meski tak bisa memarahi
kelakukan binal anak-anaknya, tapi
Papa suka ngomel atau ngasih
nasehat. Huh, menyebalkan aja
Papaku itu.
Dari banyak cowok, si Willy yang
paling sering dibawa Mama ke
rumah. Dia tuh, kayak suami baru
Mama aja jadinya. Hampir tiap hari
dia ada di rumah. Paling kalau Mama
lagi bosen dan ingin cari variasi
pasangan lain, barulah dia ngibrit
dari rumahku, balik ke kostnya.
Karena seringnya si Willy di rumah,
aku dan adik-adikku jadi akrab
dengan dia. Apalagi usianya enggak
jauh dariku. Dia juga masih kuliah.
Umurnya hanya lebih tua dua tahun
dariku. Obrolan kami nyambung.
Tentang apa saja. Otomotif, sport,
musik, dan pasti ngesex. Hehe. Bisa
dibilang, si Willy ini piaraan Mama.
Segala biaya hidupnya, Mamaku yang
nanggung.
Si Mimi paling senang dengan
keberadaan Willy di rumah. Piaraan
Mama itu dimanfaatinnya juga buat
muasin nafsunya yang binal.
"Habisnya si Willy itu ganteng banget
sih. Macho. Mana bodinya oke banget
lagi. Belum lagi kontolnya. Gede
banget Tom. Ngesexnya gila-gilaan.
Pantes aja Mama paling demen ama
dia dibandingin ama gigolonya yang
lain," kata Mimi padaku suatu hari.
Dasar nakal. Dasar maniak tuh si Mimi.
Mendengar cerita si Mimi tentang
kontolnya si Willy membuatku
penasaran juga. Eits. Jangan salah
sangka dulu men. Aku bukan gay.
Jelas-jelas aku cowok straight.
Cuman, dengar ukuran kontol orang
sampai 28 sentimeter kan jelas bikin
penasaran. Jangankan aku, cowok
lain pasti juga penasaran. Gila aja
kontol bisa segede itu!
Selama ini kupikir kontolku sudah
paling gede. Panjangnya sekitar
delapan belas senti. Susah-susah lho,
cari kontol sepanjang punyaku ini di
Indonesia. Ternyata punya si Willy
malah lebih gila. sampai 28 senti men,
selisih sepuluh senti dari punyaku.
Ambil penggarisan deh, liat dari titik 0
senti sampai 28 senti, panjang
banget kan ukuran segitu.
Meski penasaran, enggak mungkin
kan aku permisi ke dia buat liat
kontolnya. Gila aja. enggak usah ya.
Pernah kepikiran buatku untuk
ngintip dia saat ngentot dengan
Mamaku atau si Mimi. Tapi males ah.
Ngapain juga ngeliat saudara
kandung sendiri ngentot. enggak
ada seru-serunya. Entar aku jadi
incest lagi. Bikin berabe aja.
Namun, yang namanya rezeki
memang enggak kemana. Waktu itu
malem hari. Hampir dini hari malah.
Aku baru pulang. Biasalah, ngabis-
ngabisin duit Mama. Semua orang
sudah tidur kayaknya.
Kerongkonganku rasanya kering
banget. Haus. Aku langsung ke
dapur, ingin ngambil minuman dari
lemari es.
Pas aku nyampe di dapur aku
terkesima. Kulihat Mama sedang
berbaring telentang di atas meja
makan kami. Pakaian atasannya
terbuka memamerkan buah dadanya
yang masih kencang dan besar.
Sementara bagian bawah tubuhnya
tak menggenakan penutup apa-apa.
Sekitar memeknya yang penuh
jembut lebat kulihat belepotan cairan
putih kental sampai ke perutnya.
Banyak banget. Mama tak sadar
dengan kehadiranku, karena saat itu
ia sedang memejamkan matanya
sambil mendesah-desah.
"Ngg.. Enak banget Will," katanya
dengan suara mendesis. Rupanya dia
baru aja dientot sama si Willy di atas
meja makan itu.
Aku segera mengalihkan tatapanku
dari tubuh Mamaku yang
mengangkang itu. Entah kenapa, kok
aku rasakan aku kayaknya
terangsang. Bisa berabe nih.
Pandanganku kualihkan ke lemari es.
Saat menatap ke arah sana aku
kembali kaget. Disana berdiri si Willy.
Dia tak menggenakan pakaian
apapun menutupi tubuhnya.
Badannya yang tinggi dan kekar
berotot itu polos. Dia sedang
menenggak coca cola dari botol.
Mataku langsung menatap ke arah
kontolnya. Gila men. Si Mimi enggak
bohong. Di selangkangannya kulihat
sebatang kontol dengan ukuran luar
biasa. Sedang mengacung tegak ke
atas mengkilap karena belepotan
spermanya sendiri kayaknya.
Batangnya gemuk, segemuk botol
coca cola yang sedang dipegangnya.
Panjang banget. Kepala kontolnya
yang kemerahan seperti jamur
melewati pusarnya. Batang gemuk
itu penuh urat-urat. Aku sampai
melotot melihatnya. Kupandangi
kontol itu dengan teliti. Ck.. Ck.. Ck..
Sadis.
"Baru pulang Tom?" kata Willy
menegurku.
Ia sudah menyadari kehadiranku
rupanya. Aku segera menolehkan
pandanganku dari kontolnya. Gawat
kalau ia tahu aku sedang serius
mengamati detil kontolnya itu.
"He eh. Iya," sahutku sambil
mengangguk.
Untung saja lampu di dapur itu
bernyala redup. kalau terang
benderang, pasti Willy bisa
mengetahui kalau wajahku sedang
bersemu merah saat itu. Malu.
Mamaku yang sedang berbaring
lemas diatas meja makan tiba-tiba
melompat bangun. Ia sibuk mencari-
cari roknya untuk menutupi bagian
bawah tubuhnya yang terbuka.
"Eh, Tomi. sudah lama kau datang?"
kata Mama dengan ekspresi malu.
"Baru aja ma," sahutku.
Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-
apa disitu. Segera kuambil minuman
dingin dari lemari es. Tubuh Willy
yang berkeringat tepat disampingku.
Saat mataku melirik ke arah dalam
lemari es, mencari minuman,
kusempatkan untuk melirik sekali lagi
ke arah batang kontol Willy. Kali ini
aku bisa melihatnya lebih jelas.
Karena ada bantuan penerangan dari
lampu lemari es. Gila! Bagus banget
bentuk kontolnya, pikirku.
Setelah mendpatkan minuman
dingin, aku segera meninggalkan
dapur. Tinggallah Mamaku dan Willy
disana. Aku tak tahu apakah mereka
masih melanjutkan lagi permainan
cabul mereka atau tidak. Yang pasti
sepanjang jalan menuju kamarku,
pikiranku dipenuhi dengan kontol si
Willy yang luar biasa itu.
"Gila! Gila!" rutukku dalam hati.
Kok aku bisa mikirin kontol punya
cowok lain sih? Ada apa denganku
ini? Rasanya malam itu aku susah
untuk tidur. Setelah membalik-
balikkan badan beratus kali di atas
ranjangku yang empuk, barulah aku
bisa tertidur. Itupun setelah jarum
jam menunjukkan pukul empat pagi.
Sebentar lagi pagi menjelang.
Berjumpa dengan Willy keesokan
harinya aku jadi rada-rada grogi.
Entah kenapa. Mataku jadi suka
mencuri pandang ke arah
selangkangannya. Aku jadi
menyadari, kalau ternyata saat
selangkangannya ditutupi celana
seperti itu, ukuran tonjolan
diselangkangan itu, memang beda
dengan punyaku. Jauh lebih
menonjol kayaknya. Gila! Gila!
Rutukku lagi dalam hati. Kok aku jadi
mikirin itu aja sih?!
Si Willy sih enggak ada perubahan. Ia
tetap cuek aja seperti biasanya. Ia
tak merasa ada yang aneh dengan
kejadian semalam. Sepertinya ia tak
perduli kalao aku memergokinya
telanjang bulat bersama Mamaku.
Kayaknya, buatnya itu hal yang
lumrah saja. Dasar gigolo profesional
dia.
Sebulan berlalu. Dan selama rentang
waktu itu, aku jadi pengamat
selangkangan Willy jadinya. Entah
kenapa, aku selalu berharap akan
punya kesempatan lagi untuk
ngelihat perkakas gigolo itu. Tapi tak
juga pernah kesampaian. Sampai
suatu hari.
Aku ingin berenang pagi-pagi di
kolam renang yang ada di halaman
belakang rumahku. Ketika aku sampai
di kolam renang mataku langsung
menangkap sebuah tontonan cabul.
Si Mimi sedang ngentot dengan Willy.
Dasar nekat si Mimi. Padahal Mama
kan masih ada di kamarnya pagi-pagi
begini.
Adikku yang cantik dan sexy itu
sedang nungging di tepi kolam
renang. Dibelakangnya Willy asyik
menggenjot kontolnya dalam lobang
vagina adikku itu. Genjotannya liar
dan keras. Menghentak-hentak.
Tubuh si Mimi sampai terdorong-
dorong ke depan karena hentakan
itu. Kelihatannya si Mimi keenakan
banget. Bibir bawahnya digigit-
gigitnya dengan giginya. Ia
menggelinjang-gelinjang sambil
merem melek menikmati hajaran
kontol Willy yang luar biasa itu di
memeknya.
Aku terangsang hebat. Celana renang
segitiga yang kukenakan, tak lagi
bisa menampung kontolku yang
membengkak. Aku tak tahu. Aku
terangsang karena apa? Apakah
karena melihat persetubuhan
mereka, atau karena serius
mengamati kontol besar Willy yang
keluar masuk vagina si Mimi itu.
Entahlah.
Tanganku langsung mengocok
batang kontolku yang sudah
kukeluarkan dari celana renangku.
Kukocok sekuat tenaga. Cepat. Aku
ingin segera menumpahkan
spermaku.
"Eh, Tom. Ngapain luh?" tiba-tiba
kudengar suara Mimi menegurku.
Mataku yang sedang merem melek
langsung menatapnya. Kulihat ia
menolehkan wajahnya yang cantik
memandangku yang sedang berdiri
mengangang sambil ngocok. Willy
tersenyum memandangku. Mereka
tak menghentikan permainan
mereka.
"memang lo enggak bisa liat, gue lagi
ngapain," jawabku cuek. Willy
tertawa kecil mendengar jawabanku.
"Gila lo," kata Mimi. Setelah itu ia
kembali asyik menikmati genjotan
Willy.
Akhirnya akupun orgasme sambil
memandangi Mimi dan Willy yang
terus bercinta. Tak lama setelah itu si
Willy yang orgasme di mulut Mimi.
Sebelum spermanya sempat mencelat
dari lobang kencingnya, Willy
menyempatkan menyabut kontolnya
yang gemuk dan panjang itu dari
vagina Mimi. Lalu disuruhnya Mimi
membuka mulutnya lebar-lebar
menyambut tumpahan sperma Willy
yang deras. Aku benar-benar terbius
birahi melihat detik-detik Willy
menumpahkan spermanya di mulut
adikku itu. Entah kenapa nafsuku
terasa menggelegak melihat kontol
itu menyemburkan spermanya yang
deras berulang-ulang. Kupelototi
setiap detik orgasme Willy itu tanpa
berkedip sama sekali. Aku tak ingin
kehilangan momen yang indah itu
sedetikpun.
"Gila lo. Adik sendiri ngentot
ditonton," kata Mimi padaku.
Saat itu kami bertiga berbaring di
tepi kolam renang kelelahan. Kalau
orang melihat kami saat itu, mereka
tidak mengetahui kalau kami baru
saja orgasme tadi. Yang melihat pasti
hanya mengira kami sedang
berjemur menikmati cahaya matahari
di tepi kolam renang.
"Habisnya elo berdua sama gilanya
sih. Masak pagi-pagi ngentot disini.
Ketahuan Mama gimana?" sahutku.
"Cuek. Mama enggak bakalan
bangun. Sebelum ngentotin gua,
Mama habis dihajar sama si Willy. Jadi
Mama pasti sedang ngorok
kecapaian," jawab Mimi yakin.
"Benar Wil?" tanyaku.
"Yap," sahut Willy singkat.
Dasar si Willy. Habis ngentot dengan
Mama, masih sanggup ngentoti si
Mimi sebinal tadi. Benar-benar
profesional nih cowok, pikirku. Itu
pengalaman keduaku melihat kontol
si Willy. Seru? Belum! Ada
pengalaman berikutnya yang lebih
seru dari itu.
Dua minggu kemudian. Aku baru
bangun tidur siang. Sekitar jam tiga
sore. Waktu itu hari Rabu, aku
enggak ada kelas. Karena itu
biasanya habis tidur siang, sorenya
aku latihan tenis. Kuubek-ubek
kamarku, tapi tak kutemukan dimana
raket tenisku berada. Jangan-jangan
dipinjam si Toni, pikirku. Adik
bungsuku itu memang doyan banget
minjem barang-barangku tanpa
permisi.
Aku segera menuju kamarnya yang
terletak di pavilyun samping
bangunan utama rumah kami. Toni
memang sengaja diberikan kamar
disitu. Maklum ABG. Dia doyan nge-
Band bareng temannya. Daripada
ribut dengar suara alat musik yang
dimainkannya bareng-bareng
temannya maka lebih aman
meletakkannya disitu. Jadi suaranya
tidak terlalu keras terdengar di dalam
rumah. Mending suara musik yang
dimainkan asyik di dengar kuping. Ini
malah musik yang enggak jelas
juntrungannya. Metal yang enggak
mutu. Ups, jangan salah sangka lagi.
Aku bukan anti metal. Aku doyan
metal. Tapi metal yang enggak
dimaenin sama Toni dan teman-
temannya. He.. he..
Pintu kamar Toni tertutup rapat. Juga
gorden jendelanya. Tumben. Pikirku.
Jarang-jarang gorden kamarnya
ditutup. Paling juga kalau sudah
malem kalau dia tidur. Dari kamarnya
terdengar hingar bingar musik metal
dari tape. Si Toni berarti ada di
kamar, pikirku. Kugenggam gerendel
pintu, kuputar. Tak terkunci. Kubuka
pintu dan langsung melongokkan
wajahku ke kamarnya. Aku sudah
bersiap-siap untuk ngomel ke dia.
"Toni! sudah berapa kali gue bilang,
jangan ambil barang-barang gue
seenaknya.. Hahh?!!," kata-kataku
terhenti segera.
Mulutku menganga, tenggorokanku
rasanya tercekat. Mataku melotot
melihat peristiwa yang terjadi dalam
kamar Toni.
Adikku itu sedang bermain cinta di
kamarnya. Tubuhnya telentang di
atas ranjang. Pakaian sekolahnya
belum terlepas seluruhnya. Hanya
resleting celananya saja yang
terbuka lebar. Kontolnya yang
nongol dari celah resleting itu,
ngaceng total sedang dikulum oleh
seseorang yang sedang menungging
dalam posisi berlawanan arah
dengan Toni di atas tubuhnya.
Aku sih sudah tahu kalau kelakuan
adikku yang masih ABG ini sama
bejatnya seperti aku. Aku sudah
sangat tahu kalau dia doyan ngesex
dengan orang lain. Harusnya aku tak
perlu kaget melihatnya sedang in
action seperti ini. Tapi gimana aku
enggak kaget kali ini, yang kulihat
saat ini sangat tidak biasa. Toni maen
kulum-kuluman kontol bukan
dengan cewek. Tapi dengan cowok
men. Dan cowok yang sedang
mengulum kontolnya itu adalah si
Willy! Shit!
Si Tonipun edan. Masak mulutnya
juga ngulum kontol si Willy? Ngawur!
Yang benar aja, kontol gede si Willy
itu dikuluminya dengan penuh nafsu
seperti ngulum permen lolipop saja.
Toni kulihat salah tingkah setelah
menyadari kehadiranku. Buru-buru
dilepaskannya kontol si Willy dari
mulutnya. Ia segera bangkit dan
membereskan celananya. Sementara
si Willy kulihat tenang-tenang saja.
"Ngapain Tom? Masuk kamar gue kok
enggak ngetuk pintu dulu," kata Toni
terlihat kurang suka padaku.
"Memang elo pernah ngetuk pintu
kalau masuk kamar gua?" sahutku.
Kupandangi keduanya dengan
tatapan tajam. Willy kulihat
tersenyum padaku.
"Hai Tom," katanya melambaikan
tangan seperti tak ada apa-apa.
"Ngapain elo berdua?" kataku dingin.
"Enggak ngapa-ngapain. Mau
ngapain elo?" sahut Toni masih salah
tingkah.
"Enggak ngapa-ngapain?! Jelas-jelas
mata gua ngelihat elo berdua sedang
emut-emutan kontol kok elo bisa
ngomong enggak ngapa-ngapain. Elo
homo?!" kataku.
"Siapa yang homo? Enak aja!" kata
Toni protes.
"Kalau bukan homo, apa namanya
cowok sama cowok emut-emutan
kontol begitu? Nah elo, kok elo
bisa..," kataku pada Willy.
Kalimatku tak kusambung. Aku
menatap bingung padanya.
"Sante aja men. Ini hal yang biasa
kok," sahut Willy tanpa beban.
"Biasa??!" tanyaku bingung. Dahiku
mengernyit.
"Iya. Gue sama Toni kebetulan lagi
sama-sama horny. enggak ada
pelampiasan, ya sudah, kenapa kita
enggak maen berdua aja. Toh
tujuannya cuman untuk
melampiaskan birahi doang. Maen
sama cewek juga emut-emutan kan.
Gua punya mulut, Toni punya mulut,
kan bisa dipake untuk ngemut.
Hasilnya tetap sama kok," sahut Willy
tenang.
Gigolo ganteng itu benar-benar
tenang luar biasa. Sepertinya apa
yang dilakukannya bersama Toni itu
bukan hal yang aneh. Aku jadi
terkesima mendengar jawabannya.
Toni kulihat mengangguk-angguk
mendengar kata-kata Willy. Duduk
dengan seragam SMUnya diatas
ranjang, adik bungsuku itu tak
berkata apa-apa.
"Gua enggak ngerti deh. Gua yang
gila atau elo berdua yang gila,"
kataku.
"Enggak ada yang gila Tom. Apa gue
pernah ngatain elo gila karena elo
suka mandangin kontol gua? enggak
pernah kan?"
"Maksud elo?"
"Jangan pura-pura bego. Gue tahu
kok elo suka curi-curi pandang lihat
tonjolan di selangkangan gue.
Apalagi kalau pas gue telanjang
bulat. Mata elo kan sampai melotot
ngelihat adik gue ini kan," kata Willy.
Ia menggoyang-goyangkan
kontolnya yang sudah lemas.
Memamerkannya padaku. Aku tak
tahu mau bilang apa lagi. Tak
kusangka Willy mengetahui kalau aku
selalu memperhatikan perkakasnya
selama ini.
"Sudahlah. Sekarang elo mau berdiri
terus disitu sambil ngelihatin kita
sekaligus melototin kontol gue, atau
mau ikutan bareng kita menikmati
anugerah yang kita miliki. Tom kita
harus bersyukur lo, kita bertiga kan
dianugerahi kontol yang punya
ukuran diatas rata-rata. enggak
banyak lo orang yang dianugerahi
hal beginian," kata Willy.
Benar yang dikatakan Willy. Kami
bertiga memang punya ukuran
kontol yang diatas rata-rata. Adikku
si Tony kulihat juga punya kontol
yang gede. Ukurannya enggak jauh-
jauh dengan ukuranku.
Akal sehatku sirna. Aku yang memang
sudah cukup lama tergoda dengan
kontol si Willy akhirnya pasrah saja
saat Willy dan Toni membimbingku
ke arah ranjang. Kubiarkan saja
mereka mempreteli seluruh
pakaianku. Kami bertiga telanjang
bulat di dalam kamar Toni.
Willy memberikan penghormatan
khusus padaku. Rasa penasaranku
pada kontolnya yang gede itu
dipuaskan olehnya. Willy
mengangkangi leherku saat aku
berbaring telentang di atas ranjang.
Kontolnya yang besar ditampar-
tamparkannya ke pipiku. Birahiku
menggelegak. Pertama kali seumur
hidupku aku diperlakukan seperti ini.
Saking menggelegaknya birahiku
akhirnya apa yang tak pernah
terpikirkan selama ini dibenakku
kulakukan. Kukulum kontol Willy
sepuas-puasnya. Aku menggila.
Seperti anjing ketemu tulang,
kulahap kontol Willy. Aku tak
ubahnya Mamaku dan Mimi yang
tergila-gila pada kontol gigolo
ganteng ini.
Rupanya Tonipun sama tergila-
gilanya seperti aku. Ia berebutan
denganku mengerjai kontol besar si
Willy. Seringkali kudorong wajah
ganteng adikku yang masih abg itu
menjauhi kontol Willy, karena aku
sudah tak sabar ingin memasukkan
batang gede itu dalam mulutku.
kalau sudah gitu, Toni cuman bisa
bersungut-sungut padaku. Aku cuek
aja. Sementara Willy tertawa melihat
kami berebutan kontolnya seperti itu.
"Kalian sekeluarga sama binalnya
deh," komentarnya.
Ia pasti teringat pada Mama dan Mimi
saat mengoral kontolnya. Pasti sama
maniaknya seperti aku dan Toni.
Aku jadi terlupa, bahwa aku laki-laki
straight. Aku jadi menikmati
permainan laki-laki seperti ini. Willy
rupanya tak mau melewatkan
kontolku dan Toni. Dia segera
membalik tubuhnya berlawanan arah
denganku. Aku dan Toni sama-sama
berbaring telentang bersisian. Mulut
kami bergantian mengulum kontol
Willy. Sementara Willy yang
menungging diatas kami menggilir
kontolku dan Toni. Mulutnya ganti
berganti mengulum kontolku dan
kontol adikku itu. Saat mulutnya di
kontolku, tangannya mengocok
kontol Toni. Begitu juga sebaliknya.
Sore itu aku tak jadi latihan tenis.
Kebetulan Mama belum pulang dari
kantor, dan Mimi tak ada di rumah,
kami puas-puaskan bermain sex
bertiga. Segala apa yang
memungkinkan, kami lakukan
bertiga. Termasuk juga saling
menyodomi satu sama lain. Baby oil
yang biasanya digunakan Toni untuk
coli, kami gunakan sebagai pelumas
agar kontol tak terlalu sulit memasuki
lobang pantat. Meski dianal adalah
kali pertama buatku, tapi aku
ternyata bisa menikmatinya. Diantara
rasa sakit dimasuki kontol dalam
lobang pantat, aku merasakan juga
nikmat yang luar biasa.
Saat sore menjelang, kami segera
cabut menuju kost Willy. Kami tak
mau terganggu dengan kepulangan
Mama dari tempat kerjanya. Pada
Mama, Willy menelpon bahwa dia tak
menginap di rumah kami malam itu.
Ada kerjaan, alasannya pada Mama.
Sementara aku dan Toni tak perlu
menelpon Mama. Sudah biasa kami
tak tidur di rumah. Jadi Mama tak
akan merasa aneh. Malam itu kami
puas-puaskan bermain cinta bertiga.
Tak peduli, bahwa aku dan Toni
adalah saudara kandung, kami juga
saling menyodomi.
Setelah beberapa kali bersetubuh,
akhirnya kami bisa memahami posisi
masing-masing. Meskipun kami sama-
sama fleksibel saat bercinta, namun
Toni lebih suka pada posisi dianal,
baik olehku maupun Willy.
Sedangkan aku dan Willy suka
keduanya, baik dianal dan menganal.
Hanya saja aku lebih menikmati
dianal oleh Willy daripada oleh Toni.
Kontol Willy yang sangat besar
sungguh membuatku keenakan. Aku
sampai menggelepar-gelepar saat
dianalnya.
kalau menganal, aku lebih suka
melakukannya pada Toni. Aku sangat
suka melihat ekspresi adikku yang
sepertinya kesakitan namun terus
memaksaku untuk mengentotnya
dengan buas. Sedangkan kalau
menganal Willy, aku tak menemukan
ekspresi itu. Willy sudah sangat
profesional dalam hal ini. Ternyata
dia adalah gigolo bagi wanita dan
laki-laki sekaligus. Saat dientot,
ekspresinya hanya penuh
kenikmatan saja. Lagipula, lobang
pantat Willy tak sesempit lobang
pantat si Toni. Lobang pantat Willy
sudah mengendor. Dia sudah sering
dientot oleh laki-laki lain.
Kami bercinta tiada henti. Willy
memberikan kami minuman rahasia
miliknya. Minuman yang membuat
tenaga kami tak kunjung sirna.
Pantas saja tenaga gigolo ini bak
kuda liar. Ia punya ramuan rahasia
rupanya. Saat kutanyakan pada Willy,
apa cairan itu dan darimana ia
memperolehnya, gigolo itu tak mau
mengatakannya padaku.
"Ini rahasia perusahaan," jawabnya.
Aku dan Toni tertawa mendengar
jawabannya.
Hari kamis esoknya, harusnya Toni
sekolah. Tapi adik bungsuku itu
bolos. Aku juga bolos kuliah, pun
Willy. Kami seperti mesin sex. Toni tak
bosan-bosannya memintaku dan
Willy bergantian menghajar lobang
pantatnya. Dia benar-benar
ketagihan.
"Pantes aja cewek-cewek suka
dientot. Enak banget men,"
komentarnya.
Pantat Toni yang putih dan montok
penuh semangat bergerak saat Willy
atau aku menyodominya. kalau
kupikir-pikir, goyang ngebor Inul,
kalah jauh deh dibandingin
ngebornya si Toni. Membuatku dan
Willy tak kuasa untuk menahan
orgasme. Sperma kami tumpah
memenuhi lobang pantat adikku itu.
Kamar kos Willy semerbak dengan
bau sperma dan keringat kami. Bau
ini malah semakin membuat kami
bernafsu untuk mengentot lagi dan
lagi.
Setelah sore, akhirnya kami kembali
ke rumah. Dan sejak itu kami menjadi
rutin ngesex bertiga. Mencuri-curi
kesempatan tanpa sepengetahuan
Mama dan Mimi. Apa yang kami
lakukan adalah rahasia kami bertiga.
Tak perlu orang lain tahu. Termasuk
juga cewek-cewek kami. Apalagi
Mama dan si Mimi